political corruption
Set of Special Literature
Change to impressions  Mobile M1, 2 Laptop
Set of Special Literature         A I Q T Y 1 6 9 
Perfect Sites : Agriculture   ▣ Animals   ▣ Biography   ▣ Biology
Search in Set of Special Literature   
Beforehand content  (matches)(CosecantNext content

Korupsi

Indeks persepsi korupsi di 2009. Lebih hijau memperlihatkan tingkat korupsi lebih rendah; sedangkan lebih merah memperlihatkan lebih tinggi tingkat korupsi sebuah negara

Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari ujar kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) yaitu tingkah laku yang dibuat pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tingkah laku yang dibuat itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak[1].

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis luhur memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

  • afal melawan hukum,
  • penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
  • memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
  • merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Macam tindak pidana korupsi di antaranya, tetapi bukan keseluruhan, yaitu

  • memberi atau menyambut hadiah atau kontrak (penyuapan),
  • penggelapan dalam jabatan,
  • pemerasan dalam jabatan,
  • turut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
  • menyambut gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

Dalam arti yang lebar, korupsi atau korupsi politis yaitu penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menyambut pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dsb. Titik ujung korupsi yaitu kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertingkah laku yang dibuat jujur pun tidak tidak kekurangan sama sekali.

Korupsi yang menyembul di aspek politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan programa kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak tertentu dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan memproduksi solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan.

Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, tidak kekurangan perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik tidak kekurangan yang legal di satu tempat tetapi tidak kekurangan juga yang tidak legal di tempat lain.

Daftar konten

Perihal yang mendukung menyembulnya korupsi

  • Konsentrasi kekuasaan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada penduduk, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
  • Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
  • Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih luhur dari pendanaan politik yang normal.
  • Proyek yang melibatkan uang penduduk dalam jumlah luhur.
  • Anggota yang terkait tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
  • Lemahnya ketertiban hukum.
  • Lemahnya profesi hukum.
  • Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
  • Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.

perihal kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan keperluan hidup yang makin hari makin naik sudah menjalani di kupas oleh B Soedarsono yang menyatakan antara lain " pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh suburnya korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan yaitu kurangnya gaji pejabat-pejabat....." tetapi B Soedarsono juga sadar bahwa perihal tersebut tidaklah mutlak sebab jumlahnya faktor yang melakukan mata pencaharian dan saling memengaruhi satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling memilih, penduduk yang berkecukupan jumlah yang melakukan korupsi. Tetapi demikian kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia, perihal ini dikemukakan oleh Guy J Parker dalam tulisannya berjudul "Indonesia 1979: The Record of three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123). Begitu pula J.W Schoorl menyebutkan bahwa " di Indonesia di anggota pertama tahun 1960 situasi begitu merosot sehingga untuk sebagian luhur golongan dari pegawai, gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk makan sementara dua ahad. Dapat dipahami bahwa dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari tambahan dan jumlah diantaranya mereka mendapatkan dengan mengharapkan uang ekstra untuk pelayanan yang diberikan". ( Sumber buku "Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah, 2007)

  • Penduduk yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
  • Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan kampanye".

Yang belakang sekali suatu peristiwa negatif

Demokrasi

Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi membuat sah lebih sulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) secara menghancurkan babak formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan memecat ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik memproduksi ketidak-seimbangan dalam pelayanan penduduk. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, sebab pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkatkan atau dinaikan jabatan bukan sebab prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi membuat sah lebih sulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.

Ekonomi

Korupsi juga membuat sah lebih sulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan.

Korupsi juga membuat sah lebih sulit pembangunan ekonomi dengan memproduksi distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi mengembangkan ongkos niaga sebab kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan kontrak atau sebab penyelidikan. Walaupun tidak kekurangan yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru menyembul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk memproduksi aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.

Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan menggantikan investasi publik ke proyek-proyek penduduk yang mana sogokan dan upah sudah sah lebih jumlah. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek penduduk untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhir-akhirnya memproduksi lebih jumlah kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan propertti, anggota yang terkait hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap persangkaan pemerintah.

Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, yaitu korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka tidak kekurangannya ejekan yang sering sah bahwa tidak kekurangan diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari keseluruhan (meminta sogok), tetapi lebih memberikan perihal untuk pembangunan, melintas investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dll. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, menjadi lebih dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. [1] (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya yaitu ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di masa hadapan.

Kesejahteraan umum negara

Korupsi politis tidak kekurangan di jumlah negara, dan memberikan ancaman luhur bagi penduduknya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya penduduk lebar. Satu contoh lagi yaitu bagaimana politikus memproduksi peraturan yang melindungi perusahaan luhur, tetapi merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan luhur yang memberikan sumbangan luhur kepada kampanye pemilu mereka.

Bentuk-bentuk penyalahgunaan

Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sektor swasta dan pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan, campuran tangan, dan penipuan.

Penyogokan: penyogok dan penerima sogokan

Korupsi memerlukan dua pihak yang korup: pemberi sogokan (penyogok) dan penerima sogokan. Di beberapa negara, daya upaya budi penyogokan mencakup semua aspek hidup sehari-hari, meniadakan probabilitas untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan.

Negara-negara yang paling sering memberikan sogokan pada umumnya selisih dengan negara-negara yang paling sering menyambut sogokan.

Duabelas negara yang paling minim korupsinya, sesuai keadaan survey persepsi (anggapan tentang korupsi oleh rakyat) oleh Transparansi Internasional di tahun 2001 yaitu sebagai berikut:

Sesuai keadaan survei persepsi korupsi , tigabelas negara yang paling korup adalah:

Tetapi demikian, nilai dari survei tersebut masih diperbantahkan sebab ini dilaksanakan berdasarkan persepsi subyektif dari para pengikut survei tersebut, bukan dari perhitungan langsung korupsi yg terjadi (karena survey semacam itu juga tidak ada)

Sumbangan kampanye dan "uang haram"

Di arena politik, sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi, tetapi lebih sulit lagi untuk membuktikan ketidakadaannya. Maka dari itu, sering jumlah tidak kekurangan gosip menyangkut politisi.

Politisi terjebak di posisi lemah sebab keperluan mereka untuk mengharapkan sumbangan keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat untuk bertingkah laku yang dibuat hanya demi keuntungan mereka yang telah menyumbangkan uang, yang akhir-akhirnya menyebabkan menyembulnya tuduhan korupsi politis.

Tuduhan korupsi sebagai alat politik

Sering terjadi dimana politisi mencari cara untuk mencoreng lawan mereka dengan tuduhan korupsi. Di Republik Penduduk Cina, fenomena ini digunakan oleh Zhu Rongji, dan yang terakhir, oleh Hu Jintao untuk melemahkan lawan-lawan politik mereka.

Mengukur korupsi

Mengukur korupsi - dalam artian statistik, untuk membandingkan beberapa negara, secara alami yaitu tidak sederhana, sebab para pelakunya pada umumnya ingin bersembunyi. Transparansi Internasional, LSM terkemuka di aspek anti korupsi, menyediakan tiga tolok ukur, yang diterbitkan setiap tahun: Indeks Persepsi Korupsi (berdasarkan dari pendapat para pakar tentang seberapa korup negara-negara ini); Barometer Korupsi Global (berdasarkan survei pandangan penduduk terhadap persepsi dan pengalaman mereka dengan korupsi); dan Survei Pemberi Sogok, yang melihat seberapa rela perusahaan-perusahaan asing memberikan sogok. Transparansi Internasional juga menerbitkan Laporan Korupsi Global; edisi tahun 2004 berpusat kepada korupsi politis. Bank Dunia mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi, termasuk sejumlah Indikator Kepemerintahan.

Lihat pula

Referensi

  • Axel Dreher, Christos Kotsogiannis, Steve McCorriston (2004), Corruption Around the World: Evidence from a Structural Model

Pranala luar

  • (Inggris) Konvensi PBB melawan Korupsi di Law-Ref.org
  • (Inggris) OECD: Korupsi
  • (Inggris) Halaman antikorupsi Bank Dunia
  • (Inggris) UN Office on Drugs and Crime
  • (Inggris) Perpustakaan maya Development Gateway dan komunitas maya dalam perihal antikorupsi dan pemerintahan yang baik
  • (Inggris) Indonesia Corruption Watch
  • (Indonesia) Transparency International Indonesia

Referensi

  1. ^ http://www.ti.or.id Transparency International



Sumber :
political-portal.kucing.biz, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, m.andrafarm.com, dsb.



Tags: political corruption, political, corruption, memutarbalik, menyogok, tindakan pejabat, terlihat, rezim rezim, bukan, demokratik kurangnya, kemampuan, institusi dari, pemerintah, karena pengabaian, sendiri, hasilnya dalam, artian, pembangunan kurangnya, set, of special, literature, politisi politisi terjebak, posisi lemah, karena, political corruption political, of, special
Toll-free service
0800 1234 000
 Entrepreneur Class Program
 Graduate School Program
 Morning Tuition Program
 Afternoon / Evening Lecture

 Various Adverts
 Psychological Test Practice
 Job Vacancies
 All Reader
 Waivers Cost of Education Application
 Download Brochures
 Online Registration
 Online College in the Best 168 PTS
 Tuition Scholarships Program
eduNitas.com
Perfect Sites
 ▣ Economics
 ▣ Education
 ▣ Electronic
 ▣ Environment
 ▣ Geography
 ▣ History
 ▣ Kota Pontianak
 ▣ Kutai Timur
 ▣ Language
 ▣ Nepal
 ▣ Niger
Entrepreneur Class Program (Online Lectures)
MH UM SURABAYA
Goals
Verandah
New Student Admission
Lecturer & Lecture Schedule
Enhance Career
Government Supporting Entrepreneur Class (Online Lectures)
What about certificates ?
 Prayer Schedule
 Reference book
 Various Discussions
 Qur'an Online


political corruption